Penyajian Lisan
Penyajian lisan atau kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Pendengaran menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan persendian. Jika komunikasi berlangsung secara tatap muka, ditambah lagi dengan gerak tangan dan air muka (mimik) pembicara. Tujuan utama penyajian lisan ini adalah untuk berkomunikasi tentu tidak terlepas dari bagian mata pelajaran TIK.
Penyajian lisan ada bermacam-macam, diantaranya adalah diskusi—dengan segala macam bentuknya–, Pidato, Ceramah, Rapat, dan Membawakan Acara.
Oleh: dickiezh | Agustus 1, 2009
MC
KEPEWARAAN, PIDATO DAN PEMIMPIN RAPAT
SEBUAH PENYAJIAN LISAN
UNTUK KALANGAN PROFESIONAL
Diolah dari berbagai sumber Drs. H. Tarmizi Maeru, Rusiana MC DIknas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan pada paket MC acara resefsi pernikahan
Juga di perkuat dari pemilik blok koordinasi dengan Humas Pemprop Sumsel dan Humas Pemkab Banyuasin
PENDAHULUAN
Penyajian lisan atau kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Pendengaran menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan persendian. Jika komunikasi berlangsung secara tatap muka, ditambah lagi dengan gerak tangan dan air muka (mimik) pembicara. Tujuan utama penyajian lisan ini adalah untuk berkomunikasi tentu tidak terlepas dari bagian mata pelajaran TIK.
Penyajian lisan ada bermacam-macam, diantaranya adalah diskusi—dengan segala macam bentuknya–, Pidato, Ceramah, Rapat, dan Membawakan Acara.
Makalah ini tidak akan membicarakan seluruh penyajian lisan itu, melainkan membicarakan tiga diantaranya saja. Ketiga macam penyajian lisan dimaksud adalah : Keperawaan (pembawa acara), Pidato, dan Rapat (khusus memimpin rapat).
I. KEPEWARAAN (PEMBAWA ACARA)
Pembawa acara adalah orang yang bertugas memimpin dan mengatur jalannya suatu acara orang sering beranggapan bahwa seorang pembawa acara cukup berbekal suara yang enak didengar dan menampilkan yang enak dipandang. padahal, masalahnya tidaklah sesederhana itu karena seseorang pembawa acara memerlukan keterampilan dan pengetahuan. Seorang pembawa acara sering dipandang sebagai personalitas instansi atau panitia penyelenggaraan suatu acara. Oleh sebab itu tidak jarang sebuah instansi atau panitia penyelenggara suatu acara tidak segan-segan mengeluarkan dana untuk membayar seorang pembawa acara yang profesional untuk menyelenggarakan acara yang mereka laksanakan ini semua dilaksanakan demi persenolitas mereka.
Pada umumnya acara dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu (1) acara yang bersifat resmi, (2) acara yang bersifat setengah resmi, dan (3) acara yang bersifat tidak resmi. Penggolongan sifat acara ini harus dihayati benar oleh seorang pembawa acara karena menyangkut busana yang dikenakannya dan bahasa yang harus dipakainya dalam melaksanakan tugasnya itu.
Semakin resmi suatu acara, busana yang dikenakan oleh pembawa acara juga semakin resmi. Ada acara yang tidak resmi, pembawa acara dapat saja menggunakan busana yang lebih babas asal tetap dalam batas-batas kewajaran dan kesopanan pada acara yang bersifat resmi, bahasa yang digunakan pembawa acara hendaknya bahasa baku. Ia juga tidak perlu menyiapkan humor dan komentarnya terhadap acara dan pengisi acaranya. Sebaliknya, pada acara yang bersifat tidak resmi, pembawa acara dapat saja menggunakan bahasa yang lebih longgar bahkan ia boleh saja menyelipkan humor, komentar, pujian, bahkan memancing tepuk tangan hadirin .
Keberhasilan seorang pembawa acara dalam melaksanakan tugasnya ditentukan oleh dua faktor utama.
Kedua faktor itu adalah faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan .
1. Faktor Kebahasaan
Pusat pembinaan dan pengembangan bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, mengisyaratkan ada lima faktor kebahasaan yang harus diperhatikan oleh seorang pembawa acara jika ingin berhasil dalam tugasnya.
1.1 Lafal yang benar (cara mengucapkan kata-kata dengan benar)
Ada orang yang bersuara merdu tetapi sayangnya kurang mampu mengucapkan kata-kata dengan benar. Kata-kata bahasa Indonesia kadang-kadang diucapkannya dengan pengaruh bahasa asing atau pengaruh bahasa daerah. Padahal, kata-kata bahasa Indonesia harus dilafalkan sebagaimana kata itu dituliskan.
Contoh: unit dibaca unit bukan yunit.
organisasi dibaca organisasi bukan orhanisasi
TVRI dibaca te-ve-er-i bukan ti-vi-er-i
anggota dibaca anggota bukan anggauta
kependudukan dibaca kependudukan bukan kependudu?an
Dalam hal lafal ini dihindari juga penggunaan idialek seperti penggunaan e yang berulang-ulang.
1.2 Tekanan Kata atau Aksen
Tekanan kata dalam bahasa Indonesia tidak membedakan makna katanya. Akan tetapi, secara umum dan konsisten tekanan kata bahasa Indonesia jatuh pada satu suku sebelum suku kata akhirnya. Anda dapat membayangkan bagaimana menjemukan bila seseorang itu berbicara secara monoton (tanpa tekanan pada kata yang diucapkan).
Contoh tekanan kata bahasa indonesia adalah: kemana tidur hancur
siapa selektif bagaimana
1.3 Pemenggalan Kalimat (Jeda)
Kemampuan memenggal kalimat secara tepat banyak bergantung pada perasaaan bahasa seseorang. Akan tetapi, kemampuan ini dapat ditingkatkan dengan berlatih memahami makna setiap kata dalam hubungan kalimat. Hal ini penting karena makna kalimat bahasa Indonesia antara lain ditentukan oleh jedanya atau pemenggalan kalimatnya. Contohnya kalimat : Kucing makan tikus mati.
Makna kalimat dapat berubah-ubah berdasarkan jeda yang diberikan kepadanya. Kemungkinan perubahan makna kalimat itu
Adalah:Kucing/makan tikus mati.
Makna kalimat ini adalah ada kucing makan dan yang dimakannya adalah tikus mati.
Kucing makan/tikus mati.
Makna kalimat itu adalah ada kucing makan dan pada waktu itu ada juga tikus mati.
Kucing makan tikus/mati.
Makna kalimat itu adalah ada kucing mati yang disebabkan oleh kucing itu makan tikus.
Dari contoh sederhana ini dapat dilihat bahwa pemenggalan kata (jeda) amat berperan dalam menentukan makna sebuah kalimat bahasa Indonesia.
1.4 Intonasi atau Lagu Kalimat
Intonasi atau lagu kalimat mengacu pada turun-naiknya, cepat-lambat, dan keras lembutnya kalimat yang diucapkan. Menggunakan intonasi juga harus berhati-hati karena perubahan Intonasi juga mengakibatkan perubahan makna kalimat.
Contoh :
Pak Kasur makan bubur.
Kalimat ini memberitakan bahwa ada orang bernama Pak Kasur, beliau sedang makan bubur.
Pak Kasur makan bubur !
Kalimat ini memerintahkan agar orang yang bernama Pak Kasur makan bubur.
Pak Kasur makan bubur ?
Kalimat ini berisi pertanyaan dan keheranan karena Pak Kasur biasanya tidak suka makan bubur
Pak, Kasur makan bubur ?!
Kalimat ini berisi pertanyaan dan keheranan yang luar biasa karena ada kasur yang makan bubur
1.5 Enunsiasi (kejelasan)
Enunsiasi adalah kejelasan pengucapan kata, dan ketepatan pemenggalan kalimat (jeda). Ada orang yang berbicara menggumam sehingga kata-kata yang diucapkannya tidak jelas terdengar. Ada juga orang yang apabila berbicara terlalu cepat sukar dipahami ucapannya. Hal ini harus dihindari oleh pembawa acara jika ia ingin berhasil dalam tugasnya. Caranya, adalah dengan selalu berlatih terutama berlatih vokal.
1.6 Mengggunakan Bahasa atau Kalimat secara Efektif
Seorang pembawa acara harus berusaha menggunakan kalimat seefektif mungkin, sedapat mungkin hindarilah kalimat yang tidak efektif.
Contoh :
Kepada Ibu … waktu dan tempat kami sediakan. Atau
Kepada Ibu … kami persilahkan dengan segala hormat.
Sebaiknya : Ibu … kami persilahkan.
Untuk mempersingkat waktu, baiklah acara ini kita mulai saja.
Sebaiknya: untuk menghemat waktu, acara ini kita mulai.
Jika menginginkan hadirin melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan, nyatakan
dengan
kalimat perintah permohonan.
Contoh :
Hadirin dimohon berdiri. (kerena berdiri tidak menyenangkan).
Jika menginginkan hadirin melakukan sesuatu yang menyenangkan, nyatakan dengan
kalimat perintah yang mempersilahkan.
Contoh :
Hadirin dipersilahkan duduk kembali. (karena duduk lebih menyenangkan).
2. Faktor Nonkebahasaan
Faktor nonkebahasaan yang menunjang keberhasilann seseorang pembawa acara adalah :
2.1.Sikap tenang menghadapi massa
Ketenangan dapat tercipta bila pembawa acara itu yakin akan kemampuan dirinya dan rasa percaya dirinya lebih besar.
2.2.Tampil Mengesankan
Penampilan ynag mengesankan adalah penampilan yang penuh wibawa, cerah, bersemangat, wajar, tidak berlebih-lebihan, tidak manja, tidak kemayu, dan tidak malu-malu.
2.3.Cepat tanggap dan kaya Inisiatf
Bila secara tiba-tiba terjadi perubahan atau pembatalan sebuah acara, pembawa acara diharapkan dapat mengatasi masalah itu dengan sebaik-baiknya sehingga hadirin tidak kecewa, bahkan bila perlu hadirin tidak menyadari adanya perubahan itu.
2.4.Kaya Improvisasi dan memiliki rasa humor (terutama pembawa acara hiburan dan tidak resmi)
2.5.Memiliki suara yang enak didengar
Suara yang enak didengar adalah suara bernada rendah dan bersonansi atau bergema bukan suara yang bernada tinggi dan nyaring melengking.
2.6.Tidak emosional
Pada saat tampil pembawa acara hendaknya dapat melupakan perasaan yang sedang bergejolak dalam dirinya, seperti sedih, kesal, marah, dan sebagainya.
Sebelum seorang pembawa acara tampil, sebaiknya ia melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Meninjau tempat acara berlangsung, hal ini perlu untuk memperoleh gambaran situasi ketika acara berlangsung.
2. Mengadakan kontak dengan panitia penyelenggara, hal ini penting untuk lebih memahamijalannya acara yang akan berlangsung.
3. Melakukan gladi bersih, terutama untuk acara yang bersifat resmi.
4. Datang lebih awal untuk melakukan konfirmasi atau paling tidak mengecek keadaan orang-orang yang akan berbicara pada acara yang akan dipandunya.
II. PIDATO
Berpidato pada dasarnya tidak lain adalah berbicara didepan massa untuk menyampaikan pikiran, perasaan, gagasan, kehendak, dan sebagainya. Seseorang pemimpin hendaknya berusaha memiliki keterampilan berpidato ini karena bagaimanapun pada suatu saat ia akan dituntut untuk berpidato.
Agar dapat berpidato dengan baik, seseorang itu hendaklah :
1. Memiliki tekad dan keyakinan bahwa ia mampu meyakinkan orang lain. Dengan modal ini ia akan memiliki keberanian dan rasa percaya diri sehingga ia tidak ragu mengucapkan pidatonya.
2. Memiliki pengetahuan yang luas sehingga ia mampu menguasai materi yang akan disampaikanya.
3. Memilki perbendaharaan kata yang cukup sehingga ia mampu mengucapkan pidatonya dengan lancar dan meyakinkan.
4. Melakukan latihan dengan intensif.
Berpidato di depan massa tentu saja memiliki tatakrama. Tatakrama itu adalah sebagai berikut.
1.Berpakaianlah dengan rapi dan bersih, hindari bergaya pamer dangan memakai perhiasan yang berlebihan.
2.Gunakanlah kata-kata yang sopan, jangan mengesankan keangkuhan, dan kesombongan,timbulkanlah kesan rendah hati.
3.Selingilah pidato dengan humor yang segar dan sopan bila ternyata panjang.
4.Jika berpidato di depan pemeluk agama yang beragama, usahakanlah jangan sampai menyinggung martabat suatu agama.
5.Jika pendengar pidato itu masyarakat desa orang yang kurang berpendidikan, gunakan kata-kata atau kalimat yang sederhana sehingga pidato itu mudah di pahami.
Pidato yang baik tentu saja memiliki sistematika yang baik pula. Secara garis besar, sistematika pidato itu adalah :
1. Mengucapkan salam pembuka dan menyapa hadirin.
2. Menyampaikan pendahuluan yang biasanya dinyatakan dalam bentuk ucapan terima kasih,ungkapan kegembiraan, atau rasa syukur
3. Menyampaikan isi pidato yang diucapkan dengan jelas dan menggunakan bahasa Indonesiayang baik dan benar dengan gaya bahasa yang menarik.
4. Menyampaikan kesimpulan isi pidato agar mudah diingat oleh pendengar.
5. Menyampaikan harapan yang berisi anjuran atau ajakan agar pendengar melaksanakan isipidato.
6. Menyampaikan salam penutup.
Cara atau metode yang dapat digunakan pada waktu berpidato ada 4 macam, yaitu:
1. Metoda Naskah
Berpidato dengan menggunakan metoda ini berarti berpidato dengan melihat teks pidato yang disusun secara utuh. Metoda ini biasanya digunakan dalam pidato radio, televisi, dan pidato resmi. Metoda ini memiliki kelemahan, yaitu putusnya kontak antara pendengar dan pembicara karena pembicara asyik dengan teks yang dibicarakan.
2. Metoda Menghafal
Berpidato dengan menggunakan metoda ini berarti pembicara berpidato berdasarkan naskah yang telah dihafalnya. Metoda ini memiliki kelemahan, yaitu pembicara cenderung berbicara cepat-cepat dan tidak menghayati maknanya. Selain itu juga menyulitkan pembicara menyesuaikan diri dengan reaksi pendengarnya.
3. Metoda Impromptu (serta merta)
Berpidato dengan menggunakan metoda ini berarti berbicara tanpa persiapan sama sekali. Pembicara berbicara berdasarkan kemampuan dan pengetahaunnya dan dikaitkannya dengan situasi dan kepentingan saat itu. Kesanggupan berpidato seperti ini sangat berguna dalam keadaan terdesak atau terpaksa.
4. Metoda Ekstemporan (Tanpa Persiapan Naskah)
Berpidato dengan menggunakan metoda ini berarti berpidato denga lebih dulu merencanakan dengan cermat catatan-catatan penting sekaligus urutan uraiannya. Kata-kata dan kalimatnya disusun pembicara pada saat ia berpidato. Ia hanya melihat urutan uraian yang telah dipersiapkan itu, jika dibandingkan ternyata bahwa diantara keempat metoda ini, metoda ekstermporanlah yang lebih menguntungkan karena memungkinkan pembicara berpidato seluas mungkin dengan tidak kehilangan urutan-urutan pembicaraan yang telah direncanakannya.
III. MEMIMPIN RAPAT
Dalam suatu organisasi tidak jarang muncul masalah yang perlu diatasi. Masalah-masalah itu terkadang memiliki lebih dari satu pemecahan sehingga harus dipilih cara mana yang lebih baik. Oleh sebab itu, cara yang dapat ditempuh dalam hal ini adalah mengadakan permusyawaratan atau biasa disebut rapat.
Rapat yang biasa digunakan dalam suatu organisasi terdiri dari ketua rapat, notulis (sekretaris), dan anggota atau peserta. Kadang-kadang ada juga komponen ‘narasumber’ atau ‘pengarah’ (orang yang memberikan arahan). Semua komponen ingin memilki tugas masing-masing.
Penyelenggaraan rapat biasanya melalui tahap-tahap berikut.
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini pemimpin rapat hendaknya melakukan hal-hal berikut.
a. menentukan masalah apa yang akan dibicarakan
b. mengumpulkan sejumlah data, informasi mengenai masalah itu
c. menentukan tujuan yang akan dicapai
d. menyusun rapat.
2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini pemimpin rapat hendaklah melakukan hal-hal sebagai berikut.
a. membuka rapat antara lain mengucapkan terima kasih kepada peserta yang hadir
b. menunjuk salah seorang peserta untuk menjadi notulis
c. mengemukakan topik rapat itu dengan disertai penjelasan singkat mengenai topik itu
d. menyediakan daftar hadir peserta
e. menyampaikan susunan acara dan meminta pertimbangan peserta terhadap susunan
acara yang ditawarkannya itu
f. memberikan orientasi mengenai topik rapat itu satu persatu sesuai dengan susunan
acara yang disepakati
g. mengemukakan data atau fakta mengenai topik itu untuk merangsang pendapat peserta
h. memberi kesempatan kepada peserta untuk menanggapi topik itu
i. mempertimbangkan semua masukan yang diberikan peserta
Dalam hal ini pemimpin rapat hendaklah membuat kesimpulan singkat mengenai pendapat para peserta dan dilontarkan pada sidang untuk dipertimbangkan. Pada tahap ini pimpinan rapat harus konsekuen dengan acara yang telah disepakati. Oleh sebab itu, jika ada peserta yang membicarakan sesuatu yang menyimpang dari topik utama pimpinan rapat berwenang menegur dan mengembalikan pembicaraan pada topik semula. Jika tidak demikian, rapat itu akan berjalan lamban dan tidak akan menghasilkan kesimpulan/keputusan yang diharapkan.
3. Tahap Perumusan
Apabila dipandang bahwa kesepakatan telah ditemukan pimpinan rapat dapat merumuskan kesimpulan rapat itu (biasa disebut keputusan rapat). Pimpinan rapat harus berhati-hati oleh sebab itu, semua keputusan yang diambil hendaklah atas dasar persetujuan seluruh peserta. Keputusan itu dapat berupa tindakan apa yang direncanakan, siapa yang melaksanakannya, kapan dilaksanakan dan lain-lain.
PENUTUP
Berbicara merupakan suatu keterampilan oleh sebab itu, ia harus terus dilatih dan dikembangkan.
Seseorang pembicara selalu dituntut untuk selalu belajar dan berlatih, tanpa belajar dan berlatih keterampilannya sulit untuk dikembangkan
(663).jpg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar